POLITIK UANG DAN DINAMIKA ELEKTORAL DI INDONESIA: SEBUAH KAJIAN AWAL INTERAKSI ANTARA “ PARTY-ID” DAN PATRON-KLIEN
Abstract
Seiring dengan penyebaran rezim demokrasi di negara-negara berkembang, politik uang ternyata menjadi
elemen kunci mobilisasi elektoral di banyak demokrasi gelombang ketiga. Benarkah patron-klien menjadi satusatunya faktor determinan maraknya politik uang? Literatur kesarjanaan mengenai klientelisme dapat dibagi menjadi
tiga aliran: Pertama, aliran determinis yang paralel dengan teori modernisasi. Kubu kedua adalah argumen kebudayaan. Tradisi ketiga adalah pendekatan institusionalis yang menekankan desain institusi politik ikut menyumbang
maraknya praktik patron-klien.
Banyak ahli yang terlalu banyak memberikan perhatian relasi antara politik uang dan patron-klien, tetapi
sedikit sekali yang mengkaji dari sudut pandang identitas kepartaian (party-ID). Tulisan ini menyatakan bahwa
rendahnya party-ID juga berkontribusi bagi semakin maraknya politik uang di tingkat massa. Semakin rendah
party-ID seseorang semakin besar kemungkinan dia menerima praktik politik uang. Sebaliknya, semakin tinggi
tingkat party-ID pemilih maka semakin kecil sikap penerimaannya terhadap praktik politik uang.
Tren party-ID di Indonesia terus menurun dan penurunan ini disumbang oleh buruknya kinerja partai di mata
pemilih. Iklim ketidakpercayaan publik terhadap partai terus meningkat seiring dengan terbukanya kasus-kasus
korupsi yang melibatkan elite partai. Jika partai politik tak berbenah maka pemilih makin menjauhi partai dan biaya
politik makin mahal karena pemilih cenderung memakai pendekatan transaksional dengan partai. Jadi, fenomena
politik uang yang semakin merajalela di tingkat massa dipicu oleh kegagalan partai politik itu sendiri dalam meningkatkan kinerjanya di mata pemilih.
Kata kunci: jual beli suara, politik uang, identifikasi partai, klientelisme, dinamika elektoral, Indonesi
elemen kunci mobilisasi elektoral di banyak demokrasi gelombang ketiga. Benarkah patron-klien menjadi satusatunya faktor determinan maraknya politik uang? Literatur kesarjanaan mengenai klientelisme dapat dibagi menjadi
tiga aliran: Pertama, aliran determinis yang paralel dengan teori modernisasi. Kubu kedua adalah argumen kebudayaan. Tradisi ketiga adalah pendekatan institusionalis yang menekankan desain institusi politik ikut menyumbang
maraknya praktik patron-klien.
Banyak ahli yang terlalu banyak memberikan perhatian relasi antara politik uang dan patron-klien, tetapi
sedikit sekali yang mengkaji dari sudut pandang identitas kepartaian (party-ID). Tulisan ini menyatakan bahwa
rendahnya party-ID juga berkontribusi bagi semakin maraknya politik uang di tingkat massa. Semakin rendah
party-ID seseorang semakin besar kemungkinan dia menerima praktik politik uang. Sebaliknya, semakin tinggi
tingkat party-ID pemilih maka semakin kecil sikap penerimaannya terhadap praktik politik uang.
Tren party-ID di Indonesia terus menurun dan penurunan ini disumbang oleh buruknya kinerja partai di mata
pemilih. Iklim ketidakpercayaan publik terhadap partai terus meningkat seiring dengan terbukanya kasus-kasus
korupsi yang melibatkan elite partai. Jika partai politik tak berbenah maka pemilih makin menjauhi partai dan biaya
politik makin mahal karena pemilih cenderung memakai pendekatan transaksional dengan partai. Jadi, fenomena
politik uang yang semakin merajalela di tingkat massa dipicu oleh kegagalan partai politik itu sendiri dalam meningkatkan kinerjanya di mata pemilih.
Kata kunci: jual beli suara, politik uang, identifikasi partai, klientelisme, dinamika elektoral, Indonesi
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.